ARAH KEBIJAKAN UMUM
PIMPINAN PUSAT
HIMPUNAN MAHASISWA PERSATUAN ISLAM
PERIODE 2010-2013 A. MUQODIMAH
Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (Hima Persis) adalah organisasi otonom dari Persatuan Islam yang memiliki fungsi sebagai organisasi kader (QA Pasal 6) dan bertujuan Membentuk Insan Akademis Pembaharu yang Progresif-Revolusioner (QA Pasal ). Dalam mengimplementasikan fungsi dan tujuan nya tersebut dilakukan melalui proses kaderisasi. Kaderisasi dilakukan semata-mata berorientasi pada upaya melahirkan kader-kader Pembaharu-Progresif-Revolusioner. Untuk itu sebagai upaya menuju ke arah sana, diperlukan sebuah Grand Design atau system kaderisasi yang menunjang terhadap tujuan tersebut.
Sebagai organisasi perjuangan, Hima Persis bertanggung jawab mengemban missi menyampaikan Islam sebagai kebenaran. Implementasi tersebut dirumuskan dalam sebuah tujuan Membentuk insan akademis, pembaharu yang progresif-Revolusioner. Perjuangan Hima Persis didasarkan pada pembelaan kaum tertindas dengan membawa segudang cita idealisme untuk membebaskannya dari berbagai upaya pembodohan dengan disandarkan pada konsep ketauhidan.
B. KONDISI INTERNAL
Kaderisasi adalah salah satu kegiatan primer Hima Persis, yang mana kegiatan itu meliputi segenap usaha kearah pembinaan manusia-manusia muslim (mahasiswa) Indonesia yang bertanggungjawab dan mampu berbuat sebanyak-banyaknya bagi kebaikan rakyat dan kemanusiaan. Kaderisasi dilakukan dengan menggunakan metode-metode tertentu agar tercapai efisiensi dan efektifitas semaksimal mungkin. Karena kaderisasi merupakan elan vitalnya organisasi, maka kaderisasi menempati posisi yang sangat penting dalam setiap aktivitas Hima Persis. Sebagai organisasi yang menghimpun anggota secara sukarela, posisi sistem kaderisasi sangat menentukan. Melalui sistem kaderisasi paling tidak diharapkan terbentuk; pertama, identifikasi anggota terhadap organisasi; kedua, berlangsung proses peningkatan kualitas anggota sebagaimana tuntutan idealitas organisasi.
Seluruh proses kaderisasi yang dilaksanakan oleh Hima Persis diarahkan untuk bisa mewujudkan tujuan. Dalam menentukan arah perkaderannya, bertitik tolak pada beberapa landasan atau pijakan pokok sebagai acuan dasar dalam keseluruhan proses kaderisasi.
Dalam realitas organisasi secara internal perlu diakui masih terdapat beberapa hal yang menjadi kendala dalam upaya menciptakan format kaderisasi yang professional. Pertama, Pedoman Kaderisasi yang menjadi acuan dalam melaksanakan proses kaderisasi belum rampung secara utuh, khususnya silabus untuk materi MAKAH dan MADINAH. Kedua, pelaksanaan metode training yang dilakukan belum memiliki standar baku dalam setiap jenjang training nya. Hal inilah yang mengakibatkan pelaksanaan Training dilakukan dengan format yang berbeda-beda. Ketiga, masih terbatasnya sumber daya kader yang memiliki konsentrasi di bidang kepelatihan (Pemandu, fasilitator dan instruktur). Sehingga mengakibatkan regenerasi instruktur training menjadi terhambat, dikarenakan keterbatasan kader-kader instruktur. Keempat, system evaluasi pelatihan masih belum tersedia, sehingga dalam pelaksanaan training seringkali kita dapati format evaluasi yang dilakukan tidak sama, bahkan dalam training yang dilakukan oleh masing-masing level struktur (kebanyakan) tidak menggunakan system evaluasi (Kelulusan). Kelima, follow up pasca training belum terdesign secara utuh. Sehingga pola pembinaan pasca training belum berjalan secara optimal. Keenam, masih terbatasnya buku-buku referensi materi pelatihan yang membicarakan tentang Hima Persis secara keseluruhan (baik sejarah, ideology, perkembangan dinamika organisasi dll).
Akan tetapi secara internal Hima Persis juga memiliki keuntungan atau potensi yang luar biasa. Hal itu adalah Persis sebagai organisasi induk mempunyai lembaga pendidikan khususnya jenjang SLTA/Mu’alimin yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia khususnya di Jawa Barat yang menjadi basis. Potensi tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi Hima Persis secara organisasi, karena ketersediaan lembaga-lembaga pendidikan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi lumbung kader di tataran pra perguruan tinggi. Tentunya dengan pola dan format pembinaan yang dilakukan, bukan tidak mungkin secara kuantitas kader Hima Persis akan semakin berkembang dengan memanfaatkan potensi tersebut.
‘Perluasan Ekspansi’ kekuasaan organisasi (perluasan dakwah organisasi) menjadi sebuah keharusan dalam menjawab eksistensi organisasi. Kondisi ini merupakan tantangan tersendiri bagi Hima Persis untuk mampu menawarkan gagasan dan pemikiran yang dapat diterima oleh semua kalangan, sehingga hal ini dapat membantu menjalankan dakwah Persis itu sendiri.
Disamping itu, potensi organisasi lainnya adalah ketersediaan sumber daya kader yang heterogen secara basis akademik. Kader-kader Hima Persis memiliki background akademik yang variatif, tidak hanya didominasi oleh mahasiswa yang memiliki konsentrasi pada ilmu-ilmu keagamaan saja, tapi lebih luas. Ada yang memiliki background akademik pendidikan, ekonomi, hukum, ilmu pemerintahan, komunikasi, teknologi, bahasa, budaya, kesehatan, pertanian dan lain sebagainya. Potensi tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh organisasi untuk dapat mendistribusikan kader dalam ruang pengabdian yang lebih luas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mewadahi potensi-potensi yang ada tersebut dengan usaha membentuk lembaga-lembaga pengembangan potensi kader (lembaga profesi). Ketersediaan lembaga profesi tersebut bertujuan disamping mengembangkan potensi kader, juga sebagai salah satu upaya mempersiapkan lulusan-lulusan kader organisasi yang siap diterjunkan dalam ruang pengabdian di segala bidang. Tentunya dengan membawa ruh Ulul-Albab dalam segala aktifitas kehidupan nya.
Dalam hal kajian keilmuan, tradisi membaca, menulis dan berdiskusi harus menjadi kultur organisasi yang harus dijaga dan dirawat. Hima persis harus mampu merespons persoalan-persoalan pemikiran yang berkembang. Tidak hanya pemikiran keislaman saja, tapi lebih dari itu persoalan social, politik, hokum, pendidikan, ekonomi dan sebagainya harus mampu direspons dengan mengedepankan intensitas kajian. Pemikiran-pemikiran yang dihasilkan haruslah disebarluaskan ke khalayak umat dengan memanfaatkan media yang ada. Penyebarluasan yang dimaksud tidak hanya dengan menggunakan budaya lisan (ceramah, seminar dll) tapi lebih dari itu yakni dengan budaya tulisan. Salah satu parameter sederhana dari adanya pemikiran yang dihasilkan adalah terdapatnya dokumentasi pemikiran (buku, artikel, jurnal dll) sehingga pemikiran-pemikiran yang dihasilkan dapat disebarluaskan dengan efektif dan bertahan lama.
C. KONDISI EKSTERNAL
Hampir Sepuluh tahun lebih sudah gelombang “Reformasi total” terus didengungkan. Sebuah idiom yang diharapkan mampu membawa perubahan secara mendasar untuk Indonesia ternyata hingga hari ini tidak kunjung terwujud. Kemiskinan, ketergantungan terhadap sistem ekonomi global, hilangnya kedaulatan politik bangsa, kemorosotan moral akibat sapuan keras hedonisme dan pragmatisme, menjadikan Indonesia seolah-olah bangsa yang enggan keluar dari “takdirnya” sebagai negara terjajah.
Persoalan bangsa yang terjadi akhir-akhir ini mencerminkan bahwa bangsa ini tengah dirundung masalah besar. Pertama, terjadinya Instabilitas Hukum dan meningkatnya kasus korupsi di Indonesia. Dimulai dari terkuaknya megaskandal Bailout Bank Century yang ditengarai merugikan keuangan Negara. Kemudian upaya kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini terindikasi ketika beberapa anggota KPK tersangkut kasus hukum mulai dari Antasari Azhar, Bibit samad Riyanto dan Candra M Hamzah yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus yang berbeda, dan semua itu menyisakan pertanyaan antara fakta dan rekayasa. Yang lebih miris lagi kasus tersebut merembet menjadi perseteruan antar lembaga Negara yakni KPK dan kepolisian yang memunculkan sebutan “Cicak lawan Buaya”.
Disusul dengan terkuaknya kasus Mafia Pajak yang diungkapkan mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji yang menyatakan keterlibatan antara Gayus Tambunan, Oknum Kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya dalam kasus mafia pajak tersebut. Serta munculnya “Rekening Gendut Polri” semakin menambah ketidakpercayaan (Mistrust) publik terhadap aparat penegak hukum di Indonesia. Dan persoalan hukum yang terakhir ini adalah munculnya putusan Mahkamah Konstitusi terkait tidak sah (Ilegal) nya Jaksa Agung Hendarman Supandji. Hal tersebut sebagai bukti keteledoran Presiden dalam menempatkan orang untuk menempati jabatan tertentu.
Kedua, Instabilitas Keamanan. Selain isu terorisme dan serangkaian aksi perampokan bersenjata yang menjadi teror mencekam, semangat toleransi dan solidaritas yang cenderung semakin terkungkung identitas primordialistik pun berkem- bang di tengah masyarakat. Kekhawatiran ini tambah diperkuat oleh fakta semakin lemahnya peran negara dalam memberikan rasa aman terhadap masyarakat. Dan yang lebih memprihatinkan lagi perlawanan warga terhadap penegak hukum makin marak belakangan ini dan terjadi di mana-mana.
Ketiga, Kebijakan Ekonomi yang belum pro rakyat. Ketidakstabilan harga barang-barang pokok, kenaikan harga BBM dan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) menjadi cermin kebijakan ekonomi belum berpihak terhadap rakyat. kesejahteraan yang menjadi harapan setiap warga Negara masih jauh panggang dari api. Peran Negara dalam ekonomi semakin melemah, membanjirnya produk-produk impor di dalam negeri tanpa ditopang oleh daya saing yang kuat telah memberi ruang kepada Negara dalam menciptakan ekonomi free market. Maraknya waralaba sampai pelosok-pelosok desa yang telah membunuh ekonomi pedagang kecil dam diperparah dengan melemahnya fungsi BANK sebagai penopang ekonomi rakyat sesuai dengan UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Keempat, Politik luar negeri Indonesia yang lemah. Konflik antara Indonesia dan Malaysia yang telah berulang kali terjadi belum mampu memperlihatkan sikap tegas Indonesia dalam menyikapi persoalan konflik dengan luar negeri.
Disamping itu, issue global yang sedang menjadi pusat perhatian dunia adalah perang melawan terorisme yang lebih ditujukkan terhadap umat Islam, khususnya di Indonesia. Sehingga pada akhirnya menuntut elemen komunitas Islam ( khususnya organisasi mahasiswa Islam) harus mampu memberikan jawaban terhadap problem tersebut. Tuntutan untuk menampilkan Islam Rahmatan Lil’alamin menjadi sebuah keharusan untuk dapat diimplementasikan.
Tantangan lain yang harus disikapi oleh organisasi mahasiswa yakni perkembangan Teknologi dan Informasi yang begitu pesat yang menuntut adaptasi organisasi terhadap perubahan tersebut. Modernisasi organisasi menjadi tuntutan dalam situasi seperti ini. Tuntutan tersebut harus bisa diterjemahkan dalam bentuk mempersiapkan sumber daya organisasi yang mampu merespon tantangan tersebut.
Bila abad XX adalah abad industri dan ideologi, maka abad XXI merupakan abad teknologi informasi dan ekonomi. Thomas L. Friedman sudah berani menyebut dunia, seperti halnya Plato menyebutnya sekitar 2400 tahun yang lalu: The World is Flat. Baginya, dunia yang mengalami globalisasi bukan lagi digerakkan oleh driving force berupa Negara dan perusahaan multinasional seperti dalam globalisasi gelombang 1.0 dan 2.0, melainkan oleh individu. Globalisasi, berkat perkembangan teknologi informasi menjadi mungkin digerakkan oleh individu-individu. Globalisasi gelombang 3.0 ini memungkinkan bagi individu tanpa atas nama dan difasilitasi oleh Negara dan perusahaan besar mampu berbuat hal-hal yang besar.
Teknologi informasi lebih dahsyat dari teknologi transportasi dalam menyederhanakan ‘jarak’ (dimensi ruang-waktu sekaligus). Penyederhanaan inilah yang merubah sendi-sendi kehidupan masyarakat tercerabut hingga ke akar-akarnya. Komunikasi dan Silaturahmi menjadi lebih mudah, murah, dan cepat. Informasi mengalir lebih deras. Akibatnya struktur, hierarki, dan komando menjadi kurang bermakna. Seketika dunia menjadi mengecil dan seolah datar karena tidak lagi dibatasi oleh “dinding-dinding” geografis dan politis.
Karena komunikasi, silaturahmi, arus informasi menjadi lebih intens, maka kehidupan menjadi lebih dinamis dan berwana. Bila demikian, maka perubahan batas dan identitas hanyalah menunggu waktu. Apa yang kita anggap penting, dengan cepat akan menjadi kurang atau malah lebih penting. Informasi dan momentum menjadi sangat bernilai. Singkatnya, intensitas kehidupan meningkat.
Bila arus informasi meningkat, maka pergerakan modal dan juga ekonomi menjadi lebih labil karena mudah terpengaruh oleh informasi. Batas-batas Negara menjadi kabur, maka yang berlaku adalah ‘capital has no flag’. Negara tidak dapat lagi sepenuhnya mengendalikan aliran finansial.
Bila demikian, individu dan organisasi seperti apa yang dibutuhkan di abad XXI? Ternyata bukan sekedar individu yang knowledge-intensive melainkan juga berbakat. Kombinasi individu yang knowledge-intensive dan berbakat yang mampu bertahan dan tampil dipermukaan. Selanjutnya, organisasi yang dituntut adalah organisasi yang responsif, cepat bereaksi, dan cost-effective. Organisasi gemuk tidak lagi dibutuhkan, yang ada adalah ‘flat organization’. Dengan demikian, organisasi harus melakukan downsizing (perampingan) dan merombak strukturnya menjadi lebih datar.
Flat organization memungkinkan organisasi ‘menari’ dengan lebih lincah dan dapat tampil ‘seksi’ dibanyak kesempatan. Oleh karena itu, pemberdayaan anggota dan pengurus organisasi di garis depan (frontline) perlu diperhatikan secara khusus.
Hal lain adalah persaingan antar organisasi mahasiswa pun menjadi tantangan tersendiri. Konsepsi, gagasan, ideology yang dimiliki harus mampu menjadi daya tawar terhadap mahasiswa. Hima Persis harus menjadi organisasi terbuka, dalam hal ini Hima Persis harus berani membuka diri untuk mahasiswa-mahasiswa diluar Persis. Upaya itu menjadi suatu keharusan dalam menyikapi perkembangan dan tantangan yang ada, tentunya dengan menawarkan gagasan dan ide yang mampu memberikan jawaban terhadap persoalan kekinian.
Situasi krisis pada satu sisi dapat kita maknai fase tertentu menuju perubahan. Respon atas krisis itulah yang akan menentukan arah perubahan situasi tersebut. Pengelolaan situasi tentu membutuhkan sebuah alat perubahan yang sering kita sebut sebagai sebuah organisasi. Maka organisasi harus mampu mempersiapkan diri dalam merespon situasi krisis tersebut, salah satu upaya nya adalah dengan menjadikan kaderisasi yang produktif, professional dan relevan dengan kondisi zaman sehingga hasil kaderisasi diorientasikan untuk mengahasilkan manusia-manusia yang dapat menjawab dan survive menghadapi perubahan zaman.
D. ARAH KEBIJAKAN
Dengan pemikiran diatas, maka kebijakan Hima Persis periode sekarang diarahkan pada :
- Revitalisasi Kaderisasi sebagai basis aktifitas organisasi dengan mempersiapkan ketersediaan seluruh infrastruktur kaderisasi.
- Pengembangan wilayah dakwah Hima Persis di setiap level struktur.
- Pengembangan potensi kader dengan ketersediaan lembaga-lembaga pengembangan potensi (profesi/kekaryaan).
- Mempertahankan intensitas kajian dan Penyebarluasan hasil pemikiran kader melalui pemanfaatan media penerbitan (Buku, Jurnal, majalah, Buletin dll).
- Menciptakan system manajemen dan komunikasi organisasi yang modern dengan memanfaatkan perkembangan Informasi dan Teknologi.
- Merespons dan menyikapi berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan yang terjadi.
- Membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan berbagai elemen kemahasiswaan dan pemuda.
E. KHATIMAH
Demikian arah kebijakan umum ini dirumuskan untuk dijadikan acuan bagi seluruh level pimpinan Hima Persis dalam merumuskan dan menjalankan programnya. Sinergitas ini diharapkan akan membentuk dan menciptakan perjuangan Hima Persis yang selaras menuju organisasi yang dicita-citakan.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan Ridha-Nya kepada kita dalam melaksanakan seluruh aktifitas kita, dan semoga apa yang kita rencanakan dan agendakan senantiasa mendapatkan perlindungan, bimbingan dan kemudahan dari-Nya. Dan semoga apa yang kita lakukan senantiasa bermanfaat bagi umat.
Garut, 13 November 2010
Wamaa Yadzakkaru illa Ulul albab PIMPINAN PUSAT
HIMPUAN MAHASISWA PERSATUAN ISLAM
(PP HIMA PERSIS)
MOHAMMAD REZA ANSORI
Ketua Umum
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Antum....